Pages

Jumat, 31 Desember 2010

CPNS: Calon Pengantin Nangis Sesenggukan


Euforia penerimaan pegawai negeri sipil telah mencapai klimaksnya pada tanggal 28 Desember kemarin, setelah ribuan orang bertarung penuh dengan harapan tingkat tinggi untuk dapat lolos di ajang (yang menurutku) bergengsi itu. Memang, di akhir-akhir tahun seperti ini hampir seluruh instansi negeri membuka lowongan pekerjaan bagi orang-orang yang berminat menggantikan pegawai-pegawai negeri yang sudah pensiun. Berbagai bidang dan jurusan pun dibuka, dari guru, tenaga teknis, tenaga kesehatan, sampai berbagai lingkup dinas di Kabupaten. Dan peminatnya, wouwwoo… tidak sekadar banyak, tapi sangat buanyuak pake’ banget!
Ambil saja contoh formasi guru Jurusan bahasa Indonesia (karena memang aku ikut formasi itu, jadi tahunya ya itu, hehe), untuk wilayah Kabupaten Pati yang pesertanya mencapai 506 orang manusia (termasuk aku), dan mereka hidup semua! hoho.. Sementara formasi yang dibuka hanya 2 orang saja, tidak lebih, tidak kurang. Wew, kesempatan dapat diterima 1:250, it’s very amazing!!! Begitu banyaknya orang yang memiliki niat menjadi pegawai negeri. Meskipun menjadi pegawai negeri memang cukup dapat menjamin hidup yang lebih baik dengan gaji tetap tiap bulan, ditambah dengan tunjangan-tunjangan yang tentu saja menggiurkan, toh sebenarnya masih banyak jalan lain menuju jaminan hidup yang lebih baik. Tapi, memang tidak ada salahnya juga memiliki keinginan untuk mencicipi keberuntungan dengan ikut tes penerimaan calon pegawai negeri sipil yang lebih gaul disingkat CPNS.
Tes CPNS yang dilangsungkan serentak di seluruh Provinsi Jawa Tengah pada tanggal 12 Desember telah dinanti oleh semua peserta dengan hati berdebar-debar (lebih tepatnya aku sendiri kali ya, peserta yang berdebar-debar, hehe..), karena tes ini adalah pengalaman perdanaku sebagai gadis yang beranjak dewasa, cieh.. Berbagai materi kucari, kusiapkan dan kupelajari dengan baik setiap hari sejak aku dinyatakan lolos administrasi. Dari belajar Pendidikan Kewarganeraan, Administrasi dan Tata Negara, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Pengetahuan Umum, sampai pelajaran yang tidak kusukai sepanjang masa, Matematika.
Meskipun dulu ketika ES EM A aku masuk Jurusan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), tapi entah kenapa aku tidak menyukai pelajaran hitung-menghitung. Aku memiliki alasan yang profesional mengapa masuk kelas IPA, tak lain karena aku takut dengan pelajaran Akuntansi, keren kan? Pelajaran yang satu itu bener-bener bisa buat rambutku keriting kaya’ guruku yang ngajar dulu. Entah kenapa juga, aku tidak suka, tidak bisa, dan tidak mau berhubungan intim dengan Akuntansi. Bagiku, melihat deretan angka dan menghitung ratusan ribu bahkan jutaan angka duit (yang duitnya aja nggak pernah kupegang) membuatku pusing, nggak tahu, kok bisa gitu ya? Bahkan ajaibnya lagi, (aku akan selalu mengingatkan bahwa hidupku memang penuh dengan keajaiban, hehe..) saat ulangan Akuntansi aku yang selalu mencontek teman yang duduk di belakangku (karena sistem ulangannya kanan-kiri dengan soal yang berbeda) masih saja tidak bisa mengartikan maksud dari jawaban dia. “Tinggal nyontek aja kok nggak bisa sih??!” sampai bosan aku mendengar komentar temanku yang memang sudah tahu dengan kebiasaan baikku itu, heufft..
Kembali pada pelajaran Matematika similikiti yang sebenarnya ingin kuhindari tapi malah kugeluti ketika akhirnya masuk kelas IPA. Sebenarnya kalau sampai pada bab yang aku bisa dan paham, aku akan lumayan menyukai pelajaran itu, tapi ya..nggak suka-suka amat seh.. Berbicara mengenai Matematika aku pernah punya pengalaman saat masih duduk di meja SMP (bosen dong duduk kok di bangku terus, hehe.. sikap jelek, jangan ditiru ya). Bayang pun, pertama kali dalam seumur hidup ini nilai raporku merah pada caturwulan 1 karena pelajaran itu. Hash… melihat angka “lima” di rapor biruku benar-benar menampar hati dan perasaanku, hiks.. saat itu aku menyesal sejadi-jadinya kenapa aku tidak pernah belajar X-Ynan dan kuadrat-kuadratan dengan baik. Saat awal-awal masuk SMP, aku yang memang kamso (kampung-ndeso) sempat shock dengan teman-temanku yang angkot (anak orang kota) dan mbelingnya masyaAllah banget… dengerin pelajaran aja ogah, sukanya cuma hura-hura. Aku yang masih sangat lugu, lucu, dan imut tentu aja membeo mereka yang berakhir dengan tragisnya nilai raporku.
Beda SMP pun beda ES EM A. Pelajaran Matematika ES EM A pas kelas 1 gurunya ngantuk’i banget.. wajahnya yang melow abis, ditambah suaranya yang bagaikan desau angin, beuh.. udah deh, seketika sampai Amerika mimpiku saking lelapnya tidur, hehe.. Peace Bu.. Tapi emang kenyataan sih, xixixi.. Naik ke kelas 2 gurunya njeglek 90 derajat, kocaknya melebihi Sule sama Azis, lucunya amit-amit deh..:D Pak Sugiharjo, tapi anak-anak manggil beliau Pak Jo, biar gaul gitchu..hehe.. Baru kali ini aku menyukai Matematika yang sebenarnya diawali dengan menyukai sang guru (catatan: suka dengan cara mengajarnya, bukan suka cinta lowh..beliaunya udah berbadan dua, eh, beranak dua maksudnyah, hahaha). Materi sin-cos-tgn, trigonometri, logaritma, dan segala tethek bengeknya kerasa kaya’ belajar dagelan, fun and interesting, nggak ada beban sama sekali. Ini dia guru idaman yang tahu banget cara transfer materi dengan cara yang oke. Sip banget!
Nah, menjajaki tingkat akhir sekolah ES EM A ternyata pelajaran Matematika memiliki jam hampir tiga kali lipat lebih banyak dibanding saat kelas 1 maupun kelas 2. Gurunya pun ada dua dan ternyata sama-sama killer meskipun masing-masing kadarnya jauh berbeda. Bu X dan Pak Y (nama disamarkan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, hehe). Bu X adalah guru yang cerdas, tidak ada soal yang tidak bisa diselesaikan beliau, pun dengan soal pengayaan yang ketika kadang Pak Z (guru fisika) nggak bisa menyelesaikannya, Pak Z akan bertanya pada beliau. Beliau memang senior, udah lama banget ngajar di sekolahku, juga pernah menjadi guru Emak sama Bapakku pas jaman-jaman ES EM A dulu (catatan: almamater Emak sama Bapak juga almamaterku). Disiplin, cekatan, penuh keadilan, rajin, keras, bebas KKN, dan killer. Itu yang kurasakan saat diajar beliau, sifat-sifatnya kaya’ superhero Saras 008 ajah.
Beda Bu X, tentu beda dengan Pak Y. Beliau memang disiplin, tapi kadar killernya jauh lebih rendah dibanding Bu X. Kalau ada anak yang belum ‘dong’, Pak Y begitu sabar mengulangi materi sampai si anak ‘dong’. Dan kebetulan anak beruntung yang nggak ‘dong’-an itu aku, hahaha. Sedikit cerita tentang pengalaman tak terlupakanku dengan Pak Y adalah saat ulangan bab trigonometri. Semalam suntuk aku memang sudah banting meja (kan yang banting tulang Emak sama Bapak aku, hehe..) belajar dengan sungguh-sungguh. Rumus-rumus pun udah aku hafalin dengan sempurna, eh, tahunya pas dihadapkan dengan soal langsung aja doeennggg!!! Tiba-tiba isi otakku kosong, tong..tong.. Wewh.. Saat itu yang ada di pikiranku cuma perkataan orang yang pernah bilang: “Banyak belajar banyak lupa, makanya nggak usah belajar biar nggak lupa”, aku cuma bisa manggut-manggut sambil garuk-garuk kepala sambil mengiyakan kata orang itu.
Wah, rumus-rumus yang udah aku hafalin kaya’ digerus sampai habis. Ending-endingnya aku cuma dapat nilai 35, masyaAllah.. aku menerima hasil ulangan itu sambil gemeteran. Baru kali ini aku dapat nilai sejelek itu, biasanya aku dapat 45 atau 50 gitu deh.. (yang kata orang-orang nilai segitu masih tergolong jelek, hehe.. biarin dah..). Nah, hari berikutnya ketika masih juga membahas trigonometri, Pak Y keliling kelas sambil melihat keadaan anak-anak yang lagi ngerjain latihan soal dari beliau. Ketika hampir sampai di mejaku, ternyata telingaku udah berdiri dari tadi demi mendengar apa yang beliau katakan kepada teman-teman yang duduk di belakangku. Ternyata beliau bertanya bagaimana hasil ulangan kemarin, dapat nilai berapa dan apa kesulitannya. Waduh, gazwatt..!
Sejauh ini teman-temanku rata-rata mendapat nilai 50-70, sedangkan aku.. Oh, MG.. Aku tidak sekadar malu, tapi takut, takut setengah hidup dengan apa yang bakal terjadi kalau Pak Y tahu nilaiku paling jelek satu kelas. Perlahan tapi pasti Pak Y mendekati mejaku dan mulai bertanya: “Gimana ulangannya kemarin, kamu dapat nilai berapa? Coba bapak lihat kertas ulanganmu.” Aku menjawab dengan bibir gemetar dan keringat dingin: “Dapat jelek kok Pak..” Pak Y membalas: “Ya, jelek kan tetap ada nominal nilainya, lha kamu dapat berapa?” Kali ini wajahku mulai kusut terlipat-lipat, tak berani aku melihat wajah beliau, “Dapat jelek Pak..” Pertanyaan yang serupa dan jawabanku yang juga sama dengan tadi terjadi berulang-ulang kaya’ lagu MP3 yang direpeat. Sampai akhirnya aku tidak tahan lagi karena merasa terpojok dan benar-benar harus mengaku.
Dengan (masih) gemetar aku mengeluarkan kertas ulanganku, air mataku mengalir deras, sambil mewek-mewek dengan posisi bibir jelek banget kaya’ bebek terbata-bata nggak jelas gitu aku akhirnya mengaku: “Hiks..hiks.. Sa..sa’..sa’..yah.. Da’..phak.. da’..phak.. Hiks..hiks.. Tih..tih..gah..li..mah.. Hiks..hiks.. Pha..kk.. Hiks..hiks.. Ma..ma’..aph..yah.. Phak.. Hiks..hiks..” Aku megap-megap kaya’ ikan kehabisan air. Dan banjirlah air mata di mejaku, pecahlah tangisku di kelas yang tenang, menolehlah semua teman-temanku, serta heranlah mereka semua melihatku sesenggukan. Aku sudah siap kalau Pak Y bakal marah-marah, tapi yang terjadi sebaliknya. Pak Y mengusap kepalaku dan bilang: “Ya sudah tidak apa-apa, tidak perlu ditangisi, nilai jelek masih bisa diperbaiki, kalau wajahmu nangis kaya’ gitu dan jadi jelek susah diperbaiki, ya kan? Hehe.. besok ikut remidi ya, sudah tidak apa-apa..Huaaaa… Aku makin sesek rasanya, kali ini aku merasa sangat bersalah pada beliau. Aku, sudah mengecewakan beliau dengan nilai jelekku. Teman-temanku geleng-geleng kepala sambil mengelus dada demi kasihan melihatku.
Matematika, selalu menjadi momok bagiku, entah kenapa. Setelah masuk perguruan tinggi aku bisa tersenyum lebar dan tertawa ngakak karena akhirnya aku bisa say good bye sama Matematika, hahaha. Bahagia nian hatiku ini. Selama tiga tahun kuliah di Jurusan Bahasa benar-benar enjoy sampai aku dapat mata kuliah Statistik, Hadewh.. Tidaaaakk… Aku harus ketemu Matematika lagi. Meskipun berat, tapi harus kujalani, untung cuma satu semester duang dan aku selalu kembali dengan kebiasaan baikku saat mengerjakan soal yang bagiku susah semua: mencontek teman, hehe, so sweet dah rasanya. Hal ini menjadi salah satu alasan mengapa skripsiku bukan PTK (Penelitian Tindakan Kelas) yang diolah dan disajikan secara kuantitatif dengan hitung-menghitung, aku lebih memilih Penelitian Pengembangan yang disajikan secara deskiptif-kualitatif, cukup lincah kan caraku menghindari Matematika? Heuheuheu…
Setelah selesai kuliah dan menghadapi dunia persaingan CPNS, kukira aku tak akan bertemu dengan pelajaran similikiti itu, tapi sebaliknya, porsi soal berhitung ternyata ada. Porsi 30 soal berhitung dari 200 soal membuatku benar-benar kewalahan, meskipun sudah belajar tetap saja aku masih kesulitan mengerjakannya, Heufft.. Endingnya kali ini beda dengan saat aku sekolah dan kuliah, nggak bisa nyontek teman karena posisi duduk satu meja satu orang dan diawasi secara ketat oleh petugas. Selain itu aku juga tidak mengenal orang-orang yang seruangan denganku. Kali ini aku pakai trik jitu untuk menjawab pertanyaannya, modal sing penting ketok macem (yang penting kelihatan pantas) dan Bismillahirrahmaanirrahiim, kuhitamkan jawaban pada LJK (Lembar Jawab Komputer), semoga aku termasuk orang yang beruntung, pikirku saat itu.
Ketika klimaks CPNS, yaitu saat pengumuman tanggal 28 Desember kemarin akhirnya aku tahu aku bukan termasuk orang yang beruntung di tahun ini, mungkin (dan berharap) tahun depan menjadi orang yang terpilih oleh Allah pada tes CPNS. Aku ucapkan selamat kepada temanku, Inggrit Melinda (Brebes) dan Ruswanto (Banjarnegara) yang lolos seleksi tahun ini, selamat mengemban amanah pendidikan dengan baik dan profesional. Suatu mukjizat yang luar biasa (bagi yang berada di jalan yang lurus, tidak KKN maksudnyah) sampai bisa lolos seleksi CPNS. Pintar, bukan jaminan, karena orang pintar masih kalah dengan orang yang bejo (beruntung). Bagi teman-teman yang belum beruntung tahun ini, diharapkan tetap tenang dan stay cool aja, karena ajang (yang menurutku) bergengsi ini akan terus ada tiap tahun.
Barangkali sedikit menghibur rasa sedih dan kecewa teman-teman, dan especially aku sendiri, aku akan mencoba menganalisis kehebohan soal tes CPNS yang menurutku sangat kurang masuk di akalku sendiri. Pada tahun 2010 ini, pertama kalinya jumlah soal tes CPNS berjumlah 400 soal yang dikerjakan selama satu hari yang dibagi dalam dua sesi. Sesi pertama pukul 08.00-10.30 WIB tes ketatanegaraan dan otonomi daerah dengan jumlah soal 200 butir. Sesi kedua pukul 11.00-14.00 WIB tes psikologis.
Pertama, jumlah soal sebanyak itu dikerjakan dalam waktu sehari full dengan waktu jeda antarsesi hanya setengah jam itu sangatlah kurang. Ketegangan saat mengerjakan sesi pertama belum serta-merta hilang sudah disusul dengan ketegangan berikutnya. Belum sempat sembuh sakit kepalanya, langsung disambut dengan soal-soal yang penuh variasi dengan alokasi waktu setengah jam lebih lama. Itu sangat sangat menguras tenaga dan pikiran.
Kedua, soal pada sesi pertama tidak sekadar pertanyaan kemudian dijawab A,B,C,D, atau E. Bentuk soal pun divariasi, 1) pilihan ganda biasa, 2) soal sebab-akibat (ada dua pernyataan, kita disuruh milih apakah kedua pernyataan itu benar/tidak, setelah menemukan jawabannya, masih dipikir lagi ada hubungan sebab-akibat tidak? Setelah menemukan ada tidaknya hubungan itu, masih memilih option yang sangat membingungkan, contoh: option A=jika pernyaan 1 dan 2 benar dan memiliki hubungan sebab-akibat, B=jika pernyataan 1 dan 2 benar tapi tidak memiliki hubungan sebab-akibat, C=jika pertanyaan 1 benar, 2 salah, dan tidak memiliki hubungan sebab-akibat, dst.), dan 3) soal pilihan pernyataan (ada empat pernyataan, kita harus menentukan mana yang benar, mana yang tidak benar dengan pilihan option yang tentu saja membuat kepala kaya’ diketuk pake’ palu, contoh: option A=jika 1 dan 2 benar, B=jika 2 dan 3 benar, C=jika 1,4 benar, dst.) Hash..!!! It’s very confused saudara-saudara!!! Butuh serabut otak yang bercabang-cabang rapi untuk bisa memahaminya satu per satu.
Ketiga, waktu yang diberikan hanya 2,5 jam untuk 200 soal pada sesi pertama, itu artinya kita hanya diberi waktu maksimal 45 detik untuk membaca, berpikir, memahami, menentukan jawaban, dan melukis indah bola hitam di LJK yang disediakan. Sedangkan di sesi kedua, alokasi waktu 3 jam untuk 200 soal, artinya kita hanya diberi waktu maksimal 54 detik (masih saja kurang dari 1 menit) untuk membaca, berpikir, bahkan menghitung (karena soal Matematika ada di  sesi kedua) sampai menghitamkan LJK. Are you crazy??? Yes, I’m crazy now!!! Itulah monolog yang kuciptakan sendiri karena aku mulai gila menghadapi soal-soal yang penuh misteri itu.
 Keempat, jenis soal sesi pertama ternyata tentang Jawa Tengah banget, dari makna semboyan bali ndeso mbangun ndeso hingga tanggal Merapi meletus semua serba tak terduga, belum lagi pertanyaan tentang kewenangan pemerintah daerah tingkat provinsi hingga tingkat desa, dan ditambah option similikiti yang membingungkan itu. Hash..! Hash..! Bikin emosi jiwa! Jenis soal sesi kedua sebenarnya lumayan bisa dikuasai, tapi karena aku orang yang unik, jelas aja aku nggak menguasai porsi soal Matematika (kalo’ yang ini nggak masuk hitungan, masuknya privasi, hehe). Yang membuat wagu, genre soal yang tertulis di lembar soal adalah ‘Tes Psikologis’, tetapi isinya bukan gambar-gambar terus kita disuruh milih atau jenis soal psikologis lainnya, tapi amazing-nya, soal-soal pada sesi kedua adalah bahasa Indonesia, sinonim-antonim, padanan kata, deret angka, Matematika, dan skala kematangan, It’s very wagu!!! Isn’t? Yes, I it is! Aku kembali bermonolog karena saat itu kepalaku udah penuh dengan kunang-kunang beterbangan.
Kelima, menyimpulkan dari seluruh rangkaian ke-wagu-an empat faktor yang udah aku analisis, faktor psikis sangat berpengaruh. Apalagi yang belum sarapan kaya’ aku, dijamin selesai sesi kedua bibirnya udah biru-kecu kaya’ mayat deh, capek, gemeter, dan lapar! Grrrr… Sampai-sampai lihat petugas yang jaga kaya’ ayam goreng lagi jalan pake’ sepatu. Meskipun aku bukan dokter, aku punya hasil analisis kalo’ yang namanya otak bakal mati rasa diperas dari pagi sampai siang dengan jeda kilat yang menurutku nggak masuk hitungan istirahat, karena setengah jam itu waktuku habis cuma untuk ngantri pipis di WC, heuff.. Manusia aja kalo’ diperas terus bisa miskin kok, apalagi otak, tentu aja langsung kere-mende, stok kecerdasannya bisa defisit dengan rasa lelah yang luar binasa hebatnya.
Aku sempat berpikir, kalo’ soal yang dibuat sebegini hebohnya, apalagi yang buat ya? Tapi barangkali yang buat kan tim, bukan pribadi, sedangkan soal yang dibuat oleh rombongan orang dengan jumlah otak sekampung harus dikerjakan oleh satu otak yang kebetulan salah satunya dimiliki manusia bebal berhitung kaya’ aku. Percaya atau tidak, soal Matematika blas.. nggak aku kerjakan, kecuali 5% dari jumlah soal itu. Seandainya pun aku cerdas, waktu yang disediakan tidak akan cukup mengingat soal tes skala kematangan (yang sebendel dengan Matematika) berjumlah 150 soal, WuahhMak nyus bener dah! Tentu aja butuh waktu yang juga sama banyaknya. Padahal tahun kemarin jumlah soal skala kematangan memiliki porsi hanya 80 dari 200 soal saja. Wes hewes..hewes.. bablas anginnya, kata Almarhum Basuki, dan itu jadi semboyanku mengerjakan soal berhitung dan soal-soal yang sulit kukerjakan.
Berdasarkan informasi yang kuperoleh dari sahabatku, Kartika Hidayati yang dia dapatkan dari netter juga, ternyata porsi nilai terbesar ada pada tes skala kematangan saudara-saudara. Option dari A-E memiliki nilai rentang nilai 1-5, jadi tidak ada yang salah kalau seandainya kita pake ilmu ramal kancing. Apa pun jawabannya kalo’ pas kena sial pun tetap dapat nilai 1, karena jawaban yang menurut pembuat soal tepat akan mendapat nilai 5. Tidak ada jawaban salah/benar, semua jawaban benar karena pertanyaan pada skala kematangan adalah pertanyaan mengenai kepribadian kita. Misalnya: Apa yang Anda lakukan jika ada teman yang melaporkan kesalahan Anda kepada atasan, padahal Anda tidak melakukannya? Nah, pertanyaan seperti itu kan hanya kita sendiri yang tahu mau bersikap bagaimana dan seperti apa.
Ada tips menjawab pertanyaan skala kematangan yang kudapat dari sahabatku juga, Agnes Rossa yang sudah berkelana di Pulau Jawa mengikuti tes CPNS sampai 4 kali pada tahun ini. Tips ini pun dia dapat dari dosen pengajarnya, kuncinya respon dulu baru tindakan. Tapi pada kenyataannya, ketika aku sendiri dihadapkan dengan soal aku malah bingung kalo’ harus menentukan mana yang respon, mana yang tindakan. Karena sekali lagi, 54 detik itu bukan waktu yang lama, kita dituntut untuk CEPAT dan TEPAT! Wewh..wewh.. Emang kita superhero? Ya nggak saudara-saudara? Ada yang rada wagu lagi, karena kebanyakan pertanyaan di skala kematangan berupa PERNYATAAN, bukan PERTANYAAN. Jadi, sempet bingung banget untuk mencerna soal-soal similikiti itu.
Pada intinya, analisis yang udah aku bahas tadi adalah analisis menurut sudut pandang orang unik kaya’ aku (catatan: mengingatkan bahwa jargon unik maksudnya aku yang yah..rada oon hitung-menghitung, nggak pinter-pinter amat, dan suka mencontek pas ulangan Matematika dan Akuntansi gitu deh..). Mungkin akan beda lagi jika yang membahas Panji Manusia Millennium yang superhero itu, tentu aja terasa ringan bagi superhero-superhero jadi-jadian yang juga hebat karena mampu mengerjakan soal dengan baik. Aku, tetap memiliki pandangan kalo’ lulus-tidaknya tes CPNS karena rezeki dan keberuntungan semata (mengingatkan: ini berlaku bagi orang-orang nonKKN, soalnya kalo’ yang pake ‘pelicin’ beda lagi ceritanya). Masih menurutku, mustahil ada orang yang benar-benar mengerjakan seluruh soal dengan sungguh-sungguh sampai detail membaca soal, mengerjakan hitung-berhitung, sampai memperhatikan dan memilih jawaban dari option membingungkan pada soal sebab-akibat serta soal pilihan pernyataan, karena dia akan kehabisan waktu. Aku yakin, pasti ada soal yang dikerjakan dengan ‘asal jawab’ meskipun hanya satu soal.
Jadi bagi teman-teman yang memang belum lolos kali ini, ikhlas saja, terus berdoa dan bersemangatlah! Karena rezeki kita sudah diatur sedemikian rupa oleh Allah, kita memang dianjurkan untuk berusaha, meskipun menggebunya semangat pun tak akan mampu menerobos benteng takdir (Ibn A’thaila), tapi tak ada salahnya kita selalu bersemangat untuk menumbuhkan aura positif dalam diri kita sehingga hal-hal positif pun akan mengikuti kita. Kalau sudah rezeki tidak akan kemana, yakinlah itu. Meskipun belum PNS, tak akan menghalangi langkah kita untuk terus berkarya. Jadi, Berkaryalah! Bersemangatlah!^^

NB: Judul nggak ada hubungannya dengan isi tulisan ini, just fun! Hehe.. :D

0 komentar:

Posting Komentar

 

Copyright © see my interesting:). Template created by Volverene from Templates Block
lasik surgery new york and cpa website solutions
WP theme by WP Themes Expert
This template is brought to you by : allblogtools.com | Blogger Templates