Pages

Kamis, 23 Desember 2010

How I Met U, Not U Bemby!

Catatan ini boleh terbilang catatan pertamaku. Yah, sebenarnya nggak juga sih, sebelumnya aku juga sering menulis, tapi kapasitas untuk catatan memang masih sangat sedikit sekali. Beda dengan puisi, cerpen, atau novel yang memiliki kapasitas lima kali lipat lebih banyak dari catatanku.

Suku Barbar Diary
Berbicara mengenai catatan, ada sedikit cerita ketika aku masih kecil, kalau tidak salah saat masih SD aku sering menulis catatan dalam buku diary. Hal ini terus kulakukan hingga SMP. Tak terhitung sudah berapa buku diary yang penuh dengan corat-coretku. Isinya? Bisa ditebak, pasti cinta. Orang-orang bilang itu sih cinta monyet. Tapi tidak bagi ‘aku-kecil’ yang saat itu tergiur mencicipi cinta kaya’ di sinetron-sinetron Indonesia yang tiap malam aku tonton, contohnya Tersayang, Kehormatan, Tersanjung (yang awal ceritanya cuma orang-orang di dalam satu rumah, tapi tiba-tiba merembet jadi orang-orang se-RW :D dan almarhum nenekku gemar sekali menontonnya). Memang, dampak sinetron Indonesia yang (kebanyakan) berisi cinta ternyata mampu menyugesti banyak orang untuk melakukan ‘cinta-cintaan’ yang kaya’ di tv itu. Buktinya? Korban yang masih hidup sampai detik ini, ‘aku-kecil’ yang kini sudah menjadi ‘aku-dewasa’. Alhasil, diaryku penuh dengan angan-angan memiliki pacar, digandeng-gandeng tangannya, diajak jalan-jalan, pokoknya dunia ini terasa milik kita berdua dah! (catatan: dari kecil aku memang sudah lebay, jadi harap maklum).
Ketika diaryku penuh dengan angan-angan tentang cinta, aku akan terus berharap itu akan terjadi. Tetapi ketika kenyataan harus dihadapi (patah hati-red.) aku akan mencoret-coret tulisan-tulisanku sampai warnanya kaya’ piscok, coklat-coklat item gitu deh, habis gitu nangis, terus kertas diary itu kurobek-robek, bahkan ada beberapa yang kubakar. Sejak kecil aku memang memiliki jiwa bar-bar yang begitu kejam pada diary, sebagai pelampiasan patah hatiku, karena nggak mungkin dong aku menampar-nampar bahkan merobek-robek muka si X yang mematahkan hatiku itu. Wah! Bisa masuk penjara ntar, apalagi Polres Kudus berada persis di samping SMP-ku, hehe..


Pujangga Kelas Teri
Di samping menulis diary, aku juga hobi membuat puisi. Hobi ini mulai getol kulakukan sejak kelas 1 SMP, bertambah parah saat kelas 2. Membuat puisi bagiku sebagai bentuk komunikasi dengan caraku sendiri, apa yang sedang kurasakan, apa yang sedang kupikirkan rasanya lebih enak kalau kutuang lewat puisi. Dalam satu waktu sekolah (dari jam 7 pagi- setengah 2 siang) aku bisa membuat lebih dari 10 puisi, bahkan sering kalau males dengan pelajaran tertentu diam-diam aku membuat puisi dengan membuat sikap seolah-olah sibuk menulis catatan, aku benar-benar yakin tak akan ketahuan oleh guru (cerdas kan aku?). Setelah lega menuang perasaan dalam bentuk puisi biasanya tak pernah kupedulikan kertas-kertas puisiku berserakan di mana-mana, karena bagiku kalau sudah mengeluarkan unek-unek ya sudah, habis perkara. Hingga suatu saat temanku yang bernama Dewi Tristianti memintaku untuk menuliskan sebuah puisi untuknya.
Saat kuserahkan selembar puisiku, aku terkaget-kaget melihat tumpukan kertas dalam map yang dibawanya. “Mau pilih yang mana ya?” tanyanya pada diri sendiri sambil tak mengacuhkanku yang sedang melongo melihat tumpukan kertas itu. Ternyata tumpukan kertas dengan berbagai ukuran dan warna itu adalah puisi-puisiku yang selama ini kuabaikan, puisi yang ketika kulahirkan dengan penuh seluruh lalu kubuang begitu saja, justru orang lain-lah yang memungutnya (hiks..hiks.. aku memang ibu tak berperasaan.. T.T). Sejak saat itu, aku mulai sadar, puisi adalah sesuatu yang indah dan tidak sepantasnya aku menyia-nyiakannya. Orang lain aja mau menghargainya, masa’ aku sebagai pujangga (jiah..!) kelas teri (zaman aku muda sih.. kalo’ sekarang mayan, dah naik kelas pindang, hehe..) yang membuat puisi itu malah membuangnya? Nah, setelah aku sadar dan insyaf, aku mulai mengumpulkan puisiku. Aku menulisnya dalam buku tulis (karena belum in komput-mengomput), dan meninggalkan kebiasaan tulis-buang pada lembaran kertas, kan paperless gitu loh.. (betapa cerdasnya caraku mencintai lingkungan ini! :D).

Komik Similikiti
Selain puisi aku juga pernah mencoba memproduksi komik. Hal ini terjadi saat aku kelas 3 SMP. Saat kelas 3 SMP itu, aku gemar sekali pinjam komik di rental buku deket sekolahku yang bernama Chinmi Agency, dengan harga rental Rp300,00/buku, hampir tiap hari aku meminjamnya. Paling sering pinjam komik SRC (kode buku di sana) alias serial cantik yang bertema cinta sambil sesekali pinjam komik horor dan psikopat. Tiap kali baca komik horor aku bawaannya takut, dan rasa takutku itu menjadi berlebihan. Misalnya saja komik hantu anak kecil bernama Chika yang hobi banget nakutin dan membunuh orang di rumah sakit, membuatku girap-girap (takut banget). Padahal kalau nonton film horror, sekali lihat langsung lupa, tapi beda dengan buku yang kesannya masih berbekas, hiiiiiatuttt..
Komik atau manga yang dibuat oleh negeri sakura itu ternyata mampu menginspirasi insting lebay-ku untuk membuatnya. Ceritanya? Sudah pasti gitu loh..cinta, cinta yang gimana? Sudah pasti lagi, patah hati (play-on backsound D’Bagindas: luka-luka yang kurasakan.. bertubi-tubi-tubi yang kau berikan.. cintaku bertepuk sebelah tangan tapi aku balas senyum keindahan..). Komik similikiti itu belum berjudul alias untitled, karena saat mau menuju ending aku terserang penyakit menular “malas”. Jadilah komik setengah mateng untitled yang gatot. Aku kecewa dengan diriku sendiri, untuk mengobatinya aku membuat satu scene komik dalam satu lembar kertas HVS F4 bolak-balik sekali habis cerita dengan sungguh-sungguh, karena itu memang impianku. Akhirnya jadilah cerita pendek yang pendek sekali (kalo’ kata Pak Suharianto tu disebut short-short story *beliau menjadi almarhum dosen terbaik sepanjang masa-dua hari sebelum catatan ini ku-share) dalam bentuk komik. Ceritanya? Yah, pastilah.. patah hati..  (play on backsound Dewa 19: baru kudasari.. cintaku bertepuk sebelah tangan..).

Dunia ES EM A, Dunia SEKAYU
Memasuki usia SMA kebiasaan menulis diaryku pun menurun drastis. Selain karena udah nggak modis, pelajaran-pelajaran yang harus kuhadapi lebih susah daripada saat SMP (jelas lah!), trus hubungannya apa sama kebiasaan menulis diary? Aku tidak memiliki banyak waktu untuk menulis diary, karena lebih pusing dengan belajar dan memahami materi (gaya anak baru masuk SMA kan emang gitu, sok sibuk dengan dunia ‘putih-abu-abu’). Orang sibuk gitu loh.. haha.. Klise banget! Hal itu hanya bertahan selama beberapa bulan doang, setelah itu aku kembali dengan kebiasaan santai-ku saat sekolah, apalagi di SMP aku orangnya juga nyanteee.. banget.. kaya’ di pantai dah.
Niat ingsun mau ikut ekskul PA (Pecinta Alam), eh, malah keblusuk di ekskul pramuka (play on backsound Hello: aku tertipu, aku terjebak, aku terperangkap muslihatmu.. wouwoo..) gara-gara kakak-kakak pramuka yang ngumumin kegiatan pramuka tapi diolesi kata-kata ‘cinta alam’ yang gedhenya se-anak gajah daripada kegiatan pramukannya, kan aku yang polos, lugu, lucu, dan imut-imut jadi terpersuasif pengen ikut. Eh, ternyata aku dibo’ongin.. (pikirku saat itu) Peace Ambalan Diponegoro-Srikandi-ku ..^^ awalnya aku emang ogah-ogahan ikut ekskul yang sangat kubenci sampai ubun-ubun itu. Hal ini karena aku pernah mengalami kejadian pahit pramuka saat SMP. Perlahan tapi pasti kebencian itu terkikis oleh kawan-kawan seperjuangan yang udah kaya’ saudara sendiri, dengan kegiatan-kegiatan, serta dengan adanya gejolak psikis dan emosi yang menjadikanku lebih membuka mata, hati, dan perasaan untuk menjadi lebih dewasa. Pramuka itu menyenangkan, setidaknya bagi aku yang pernah merasakannya (karena banyak orang yang males and bahkan nggak suka sama pramuka, yah.. It’s a choice guys.. ga’ pa-pa bagi kalian yang ga’ suka, and i have been choosed this scout to be my happiness).
Praktis kesibukanku bertambah, selain kewajiban belajar sebagai siswa ES EM A (bangga banget diriku saat jadi anak ES EM A), waktuku juga terbagi untuk ekskul yang melejitkan semangat berorganisasiku (karena di SMP aku buta sama sekali yang namanya organisasi). Aku, udah jarang banget nulis. paling mentok membuat puisi, yang masih saja kubukukan dalam kumpulan puisi dengan tema yang berbeda-beda pada tiap edisinya. Nggak muluk-muluk, itu hanya sebagai penyalur inspirasi, penikmatnya aku sendiri, sahabat-sahabat dekatku, dan Mas Tofa (senior pramuka yang udah jadi saudara, kaya’ abang kandungku sendiri).
Seiring berjalannnya waktu, tradisi menulis diary benar-benar punah kaya’ dinosaurus. Cuma tinggal tulangnya doang, isinya udah banyak yang robek. Hanya sampul buku yang masih bertahan, itu karena gambarnya ‘hello kitty’ dan aku sangat menyukainya (catatan: aku fans berat kucing, tapi bukan kucing garong, atau malu-malu kucing, just cat. Dan aku selalu bilang kepada orang-orang kalau aku punya akademi kucing di rumah, meskipun itu cuma dalam angan-angan :D).
Eksistensi menulisku (hoaehm..) kini beralih pada novel, padahal kata guru bahasa Indonesiaku biasanya orang mulai menulis cerita diawali dari cepen alias cerita pendek yang isinya singkat dan langsung to the point. Katanya untuk tahap awal, bagus bagi pemula. Tapi dasar ni kuping dipakai buat cantelan panci, nggak dengerin yang Pak Guru katakan, langsung bablas buat novel. Sebenarnya proses kreatif itu bisa datang dari mana saja dan mau diolah menjadi apa pun tidak masalah, asalkan kita mampu, why not? (ini kata ‘aku-remaja’ yang gini-gini juga pernah kuliah, hehe..).
Mengapa aku justru berambisi membuat novel? Itu karena kegemaranku nangkring di perpustakaan sekolahku yang nyaman, ada kipas anginnya, dan petugas perpusnya yang ramah (miss you Mbak Endang, jasamu kukenang selalu). Dulu awalnya sering nangkring di perpus cuma numpang kipas angin doang (habis di kelas nggak ada kipas, apalagi AC), dan tak jarang sambil pura-pura baca buku aku tidur di sudut ruangan yang silir-sumilir, xixixi… Tapi lama-kelamaan ternyata aku juga bisa sadar. Aku kaya’ monyet yang sebenarnya lapar, tapi nggak tahu kalau di depannya ada banyak pisang yang mengenyangkan.
Buku adalah sumber ilmu. Itu yang kemudian aku sadari. Dengan buku, kita dapat menguasai dunia. Semboyan itu yang kemudian mencambuk kakiku untuk melangkah ke rak-rak buku. Mulai melihat-lihat banyaknya buku dan aku menemukan beberapa novel yang menurutku bagus. N.H Dini dengan judul Sekayu adalah novel pertama yang aku baca dan dari sana lah aku menjadi mencintai buku, terutama karya sastra novel yang menurutku sangat menarik. Setelah itu banyak buku-buku sastra yang akhirnya ikut kulahap.

HUAN ZHU KE KE vs 4 ¼ DETIK
Novel yang juga tak kalah serunya dan menjadi novel favoritku adalah novel terjemahan dari Cina, Putri Huan Zhu karangan Chung Yao. Gaya cerita yang lugas, tak bertele-tele, dan lucu sering membuatku terbahak-bahak, deskripsinya tentang keadaan Dinasti Ching pada masa lampau mampu digambarkan dengan detail baik itu budaya, kerajaan, paviliun, seni sastra, dan sebagainya. Meskipun novelnya berseri-seri, aku tak pernah bosan membacanya, karena semua bagian ceritanya menarik. Sayang, pada seri ke-5, bukunya ada yang cacat, kemudian lompat seri ke-7 sehingga aku tak bisa membaca seri ke-6 nya, setelah itu tamat sudah riwayatnya. Bukunya game over meskipun ceritanya belum selesai. Padahal lagi seru-serunya. Kata Mbak Endang, buku itu sudah lama nggak terbit lagi, kalau pun ada sudah sangat jarang sekali.
Aku menyukai novel Putri Huan Zhu atau dalam bahasa Cinanya Huan Zhu Ke Ke, karena pernah melihat serialnya di tv waktu masih SD dulu. Jadi jelas, aku sudah tahu alurnya dan bagian mana yang seharusnya kubaca tapi di dalam bukunya tidak ada. Ternyata sensasi membaca jauh lebih nikmat daripada menonton filmnya, karena dengan membaca aku dapat berkhayal, berimajinasi, dan berdeskripsi setinggi langit sesuai dengan pengetahuan otakku mengenai apa yang diceritakan. Dan aku juga menyadari, ada beberapa scene novel yang tidak ditayangkan pada film, itu wajar mengingat novel sudah mengalami proses saduran sebelum menjadi skrip film.
Berawal dari seringnya aku membaca novel, insting lebay-ku menjadi gatal. Aku juga ingin seperti N.H Dini, aku ingin kaya’ Mira W., aku juga ingin kaya’ Chung Yao, dan aku ingin memiliki karya sebuah novel. Kebetulan saat aku berinisiatif membuat novel, aku dalam keadaan yang (menurutku) bisa dijadikan sebuah cerita, didukung dengan kejadian-kejadian menggemparkan dalam hidupku yang kualami saat itu, aku mulai bersemangat membuat novel. Hanya dalam waktu 3 minggu aku mampu menulis novel tiga buku tulis full, dan semua tulisanku benar-benar hasil dari tanganku sendiri. Aku sangat puas. Bukan karena cerita di dalamnya atau karena keinginan yang menggebu-gebu dan akhirnya selesai, tapi lebih karena ‘aku mampu’ melahirkan novel seperti penulis-penulis idolaku. Aku tak peduli isinya jelek, ato bahkan membingungkan. Novel perdanaku berjudul 4 ¼ Detik yang kemudian menyusul My Family.
Begitulah kiranya beberapa catatan sejarah mengenai awal mula kegiatan menulisku. Aku yang (memang) sejak dulu lebay ternyata hobi menulis. Dari masa ke masa, karir menulisku (hohoho..) berawal dari diary, puisi, hingga ke novel. Untuk sastra cerpen dan drama sendiri mulai kuasah ketika meniti karir di bangku kuliah, cieh.. (padahal tugas mata kuliah.. Hahaha..) dan berhasil menelurkan antologi cerpen dan drama berjudul Koma, serta antologi puisi berjudul Aurora (mohon dimaafkan atas kebablasan pamer yang disengaja, hihihi..). Kemudian ketika zaman semakin maju dan berkembang, aku mulai mengenal notes (catatan), menu yang tersedia dalam layanan situs internet facebook. Dulu aku bingung, notes itu semacam diary kah? Yap, semacam itu, tapi boleh diisi apaaaa aja yang penting kita suka, peduli amat orang laen ga’ suka, hehe.. Karena bingung dan saking lamanya aku nggak pernah nulis-nulis lagi, kuisi notes pertamaku dengan puisi Sapardi Djoko Damono berjudul “Aku Ingin”, menyusul catatan tentang “Maulid Nabi Muhammad” yang sekiranya dapat memberi manfaat dan pengetahuan bagi yang membacanya.

How I Met U, It’s Not U Bemby!
Edisi kali ini adalah edisi spesial karena pake’ coklat sama keju (emang kue bandung? hehe..). Pertama kalinya aku buat notes yang sekali aku udah nulis, pasti ngomongnya kemana-kemana. Mau bukti? Sampai beberapa halaman pun isi notes ini masih belum sampai intinya, baru kop-nya duang. Padahal judulnya How I Met You, It’s Not U Bemby! What it’s mean? This is about You.. kamu yang selalu menggelitik insting lebay-ku untuk mulai menulis. Melihat dan membaca karya-karya dalam notes-mu membuatku menjadikanmu masuk golongan penulis idolaku. Dan kini, seperti mengulang zaman ES EM A, aku ingin menunjukkan ‘aku mampu’ membuat notes, meskipun isinya berantakan, lebih dari dari itu aku membuat notes perdana ini untuk memperingati hari pertama kali (kata penulis idolamu yang kemudian aku juga mengidolakannya: Raditya Dika) semesta berkonspirasi untuk mempertemukanku denganmu.
It’s specially just for You..
Kira-kira setahun yang lalu, yah.. bulan Desember gini lah. Aku yang masih muda (kala itu) sedang PPL, bukan Pulang Pergi Lari, tapi Praktik Pengalaman Lapangan alias ngajar di sekolah latihan yang kebetulan dapat lokasi di Kabupaten Semarang. Yes! Akhirnya impianku untuk tidak kos menuai harapan. Semarang sih Semarang, tapi kalau dapatnya di Tengaran yang berbatasan dengan Boyolali-Solo, bah! Sama aja bo’ong, perjalanan aja 1,5 Jam sendiri, sama dengan perjalanan Semarang-Kudus. Alhasil aku tetap mencari kos yang deket dengan sekolah tempat aku PPL.
Hari-hari yang kulalui begitu indahnya, mengajar anak-anak kecil dengan berbagai karakter membuatku terus belajar dan mengembangkan cara mengajar. Kegiatan ekskul mading, pramuka, dan paskibra pun tak luput dari pantauanku. Bermacam teknik, strategi, dan media belajar terus kukembangkan bersama rekan-rakan seperjuangan untuk mewujudkan kualitas belajar yang unggul, kata pak Bambang Hartono selaku DPL waktu itu, lakukanlah Reformasi  Dunia Pendidikan! Jadi itu menjadi prinsip aku dan kawan-kawan PPL bahasa Indonesia yang kemudian mampu melahirkan antologi puisi perdana siswa SMP N 1 Tengaran dengan judul Menyatu dalam Sajak. Dengan berbagai upaya dan kerja keras kami mencambuk sisi kreatif siswa dalam bentuk puisi (tak sia-sia Pak Agus Nuryatin mengajar Ekspresi Tulis Satra yang sangat berguna sekali, terima kasih Bapak..^^).
Mengajar dan mengajar, it’s interesting but not really special dengan keadaan manusia-manusia di dalam kos PPL-ku yang berisik. “Sayang.. kangen..” “Sayang.. Kapan kita jalan-jalan..?” “Met bobok sayang..” Apa-apaan sih?? Mereka kira telingaku tuli? Hatiku buta? Aku merasa jengkel sendiri kalau satu per satu temanku telpon kekasihnya. Kekasih? Khah.. absurd.. maya.. karena aku memang tak memilikinya. Apa hebatnya punya pacar? Toh aku tetap baik-baik saja tanpa punya pacar? (sebenarnya kata-kata itu hanya kemunafikan untuk mengasihani hatiku, huhuhu…). Selama ini aku memang tidak memiliki pacar dan tidak pernah berpacaran. Kadang aku merasa aneh dan abnormal (padahal tiap harinya emang ga’ normal, hehe..). Bagaimana bisa aku sama sekali nggak pernah ngerasain punya pacar? Kalah sama emakku, dulu zaman SMP aja emak udah punya pacar, giliran anaknya sampai kuliah udah semester tuwir belom juga ketemu jodoh, hmmh..

Tutup Belum Ketemu Tumbu
Berbagai doa dan ikhtiar udah aku lakuin, dari nyembelih ayam hitam sampai nyari telur unta, ternyata nggak ngaruh apa-apa. Pernah beberapa kali menolak orang, tapi juga sering ditolak orang (dengan sikapnya). Jadi selama ini ‘tutup’ nggak pernah ketemu ‘tumbu’ (catatan: tutup-tumbu adalah istilah besek dalam bahasa Jawa, tempat nasi yang terbuat dari anyaman bambu, biasanya dipakai orang hajatan berbentuk dua kubus terbuka yang ditelungkupkan satu sama lain). Pak Suparmin Dandan Supratman, dosen yang tega banget ngasih nilai E ke aku pada mata kuliah Pembelajaran Berbicara pernah bilang, “Cewek jangan mau kalah sama cowok, harus berani mengejar kalau memang suka. Jangan menunggu bola, tapi menjemput bola, kalau perlu, rebut!” Riuh tepuk tangan dan suit-suit seketika bergemuruh di ruang 106 saat kuliah berlangsung. Aku seperti melihat calon presiden kampanye, seketika ikut berbinar-binar dan ikut tepuk tangan sambil garuk-garuk kepala. Yah, kalau kaya’ gitu mah udah dari dulu Pak aku lakuin.
Aku tipe orang yang aktif. Pada dasarnya suka mengejar daripada dikejar. Kalau ngejar kan asyik tu, yang dikejar biasanya lari terbirit-birit dan si pengejar tertantang untuk menangkapnya. Beda kalau aku disisi yang dikejar, sama aja, rasanya malah takut, pengen lari terus, xixixi.. baru sadar kalau yang namanya hukum alam ternyata adil ya, hoho.. Dasar bintang Aries yang suka dengan tantangan, aku tergolong orang yang punya tekat dan kadang nekat. Selalu memutar otak untuk mencari cara gimana caranya aku bisa punya pacar yang aku suka, dan dia juga suka aku. Mungkin karena memang belum waktunya Allah mengirim ‘dia’ (yang entah siapa) buatku, aku pun selalu gagal dan gagal. Patah dan patah. Tapi aku tak kenal menyerah, selama bumi masih berputar dan matahari masih bersinar (play on backsound Ari Lasso: tetes air mata.. mengalir di sela derai tawa, selamanya kita tak akan berhenti mengejar, matahari..) maka semangatku akan selalu menyala, huahahaha.. Dengan kekuatan bulan akan menghukummu!!! (virus sailormoon mulai menyerang).
Banyak orang (tentu saja laki-laki, karena aku wanita normal) yang kukenal, ada juga yang dikenalkan oleh teman karena mereka merasa kasihan padaku (hiks.. kaya’nya menderita banget sih nggak punya pacar, padahal biasa aja deh..huhuhu..). Tapi semuanya nggak ada yang cocok. ‘Tutup’ belum ketemu ‘tumbu’ yang pas. Dan aku, bukan tipe orang coba-coba yang menjalin hubungan dengan “yah, kita coba dulu lah..” pun bukan tipe tresno jalaran saka kulino yang menjalin hubungan dengan “yah, kita jalani dulu aja yah..” No way! Bagiku mencintai seseorang bukan untuk main-main, apalagi dicoba-coba. Dari zaman Mama Laurent masih hidup sampai udah masuk liang lahat, aku tetap pegang prinsipku itu. Aku tidak suka menjalani hubungan dengan seperempat ataupun setengah hati, sedangkan sisanya dibangun sambil jalan. Iya kalau berhasil dibangun, kalau tidak? Akan menyakitkan bagi semua. Bagi aku dan dia. Aku merasa menipu diriku sendiri dan dia pun pasti akan terluka karena aku tentu menunjukkan rasa tidak nyamanku. So, bagi orang-orang yang (maaf) pernah tidak kuberi harapan, tidak lain dan tidak bukan adalah karena aku ingin jujur pada diriku sendiri, dan aku tidak ingin melukai kalian lebih jauh (jiah.. Gayanya! Sok laku banget seh.. ;D).

Malam Keramat
Mengenang masa-masa PPL selalu mengingatkanku pada sebuah malam yang tak ‘kan pernah terlupakan. Aku yang bergelar ‘jomblo sejati’ dulu pernah berharap ingin cinlok KKN (bukan Kamu-Kamu Nakal tapi Kuliah Kerja Lapangan)/PPL. KKN nggak cinlok-cinlokan, abis makan hati mulu ma kegiatan yang capeknya minta ampyun. PPL juga nggak jauh beda, semua temenku udah punya pacar, hanya aku, lagi-lagi aku sendiri yang belum punya pacar. Nggak mungkin mau ngecengin guru di sana, umurnya ajah udah tuwir-tuwir. Yah..sutra lah.. memang ini jalan hidupku, suatu saat nanti, mungkin di dunia kerja (pikirku) aku akan dapat pacar.
Malam itu malam yang sakral, malam Jumat Kliwon saat setan gentayangan, plus malam Sura, hiiii… ngeri amat dah pokoknya (catatan: sekadar mengingatkan ini bukan cerita hantu, tapi cerita cinta^^). Aku pulang kos di Semarang karena besoknya sekolah libur. Seperti biasa kosku yang berisi bidadari-bidadari cerewet selalu riuh saat banyaknya anak-anak PPL yang pada balik kos. Usut punya usut ternyata nanti malam mereka mau nonton pementasan drama di kampus karena minggu-minggu itu semua rombel anak-anak semester 5 tampil drama.
Hm.. ada kabar rombel yang udah tampil bagus banget, mengalahkan angkatanku (2006-red.). Grr..grrr.. lumayan panas ni telinga, mengingat aku mantan sutradara rasanya kaya’ nggak terima gitu.. (halah..sebenarnya mau bilang emang dulu angkatanku kurang maksimal, tapi ya rada-rada gimana gitu..hehe.. maksudnya apa sih? Mene ketehe’ lah, he..) ya intinya aku penasaran setengah hidup dengan cerita anak-anak tentang kehebatan drama angkatan 2007 yang propertinya wuah-wuah itu. Wait for me, i’ll see you guys..!!!
Perjalanan menuju kampus kali ini terasa berbeda, karena kondisinya gelap. Banyak lampu yang meninggal, eh, mati. Entah sengaja atau tidak untuk mendapatkan kesan eksotis penampilan drama itu sendiri atau tidak, aku pun tak tahu. Sepanjang jalan menuju gedung B1 tempat syuting sinetron, eh, tempat penampilan drama maksudnyah, hanya diterangi dengan lampu minyak yang dalam bahasa gaulnya disebut uplik, menambah suasana remang-remang kaya’ di dalam diskotik, hehe.. (khayalanku memang tingkat tinggi banget). Lalu mulai terlihat banyak orang berjubel antri tiket masuk, tinggal tanda tangan, dapat stiker, dapat makanan lagi! Cihuyyy..!!! Asyik banget pokoknya, serasa mau nonton di XXI Paragon (padahal waktu itu Paragon belum ada di Semarang, haha..)
Memasuki lab. teater Usmar Ismail ato’ yang lebih populer dinamai ruang 106 ternyata udah disambut dengan MC yang lebay-nya mau nandingin aku. Sulala similikiti dengan gaya sok manis tapi sebenarnya ga’ manis (peace Su..^^) seolah-olah mau nantangin aku dengan kelebay-annya yang menurutku masih kelas semut (kan kata pepatah: gajah di pelupuk mata tak tampak, semut di seberang tampak, makanya terbukti kan kalo’ dia tuh emang kelas semut? hehe). Aku dengan semangat membara mengacung-acungkan jari tengahku yang berarti “Nih lihat jari-jariku! Oke kan?!”, dalam bahasa kalbuku saat itu. Entah dia sadar atau nggak aku sedang menggencarkan serangan via telepati, yang jelas dia terus aja nyerocos tanpa menghiraukanku, hiks.. niat mau ngibarin bendera perang tapi malah dicuekin.. L dasaaarrr.. (play on backsound Wali: emang dasar, emang dasar, eh dasar kamu wouwooo..).
Bioskop 106 segera dimulai..” suara MC ga’ manis itu (peace lagi Su..^^) terdengar sumbang di telingaku (yang namanya lagi panas mah hawanya ngejek mulu). Justru yang tertangkap di kupingku: pesawat segera berangkat, segera kencangkan sabuk pengaman Anda, persis kaya’ suara mbak-mbak yang ada di bandara. Dan herannya, pandanganku melihat para penonton memasang kuat-kuat sabuk pengaman mereka beneran kaya’ mau boarding di pesawat. Wah, apa gara-gara pengaruh malam Sura ya? Aku pun masih mencari tahu jawaban yang tak kunjung kutemukan. Kulupakan sejenak masalah penonton yang mengenakan sabuk pengaman jadi-jadian itu. Konsentrasiku kini terpusat pada seluruh unsur-unsur pementasan drama di hadapanku.
Dari lighting, tata panggung, properti yang digunakan, hingga pada beberapa pemain musik yang mengiringi drama. Nah, ini yang beda! Pementasan drama angkatanku tidak ada yang menggunakan instrumen pengiring secara live, kami menggunakan lagu-lagu yang sudah ada untuk mengiringi adegan. “Wah! Ck..ck..ck.. Boleh-boleh”, kataku manggut-manggut sambil mengelus-elus jenggot mayaku dengan gaya (sok) profesional.

I Remember, The Way U Glanced at Me
Gambaran secara deskriptif-konklusif, (jiah..apaan sih..) 106 disulap menjadi beberapa bagian, ada semacam kaya’ pasar, tempat nongkrong, dan sebuah ruang di dalam rumah. Terdapat dua layar putih, yang pertama untuk menayangkan tampilan slide-show LCD, yang kedua belum tahu deh aku apa fungsinya.
I remember...The way you glanced at me, yes I remember
I remember...When we caught a shooting star, yes I remember
I remember.. All the things that we shared, and the promise we made, just you and I
I remember.. All the laughter we shared, all the wishes we made, upon the roof at dawn..
Lagu Mocca mengalun pelan dan cukup menenangkan hatiku yang panas (perasaan dari tadi panas melulu deh..hehe..). Aku mulai jatuh cinta pada lagu ini, pikirku dengan hati yang mulai pindy mint (dingin-dingin empuk maksudnyah :D). Tayangan di slide-show menampilkan foto-foto dan beberapa video prapementasan drama. Dari latihan, pembuatan properti, sampai kampanye drama mereka (karena aku nggak tahu rombel berapa aku menyebutnya mereka). “Hm.. Cukup unik..” kataku masih dalam posisi mengelus-elus jenggot maya (masih) dengan gaya (sok) profesional. Penonton ketika diberi tayangan kegiatan prapementasan drama menjadi lebih tahu bagaimana kerja keras dan perjuangan tim sebelum bertanding, itu menarik sehingga dapat membuat orang tersugesti: ‘aku harus menghargai pementasan ini dan mengapresiasinya dengan baik’, setidaknya itu menurut pemikiranku.
Setelah slide-show berakhir aku baru tahu fungsi layar putih yang lainnya. Layar itu digunakan sebagai siluet manusia yang seolah-olah sedang bermain wayang, bermonolog dengan kecaman-kecaman terhadap keadaan hidup. Aku kenal betul suara ala mbah dukun yang keselek cicak itu (peace nang..^^), tak lain adalah Sucan, pacarnya Sulala. Khah.. ujung-ujungnya ternyata hampir semua pemain di pementasan drama ini adalah bala kurawa-ku sendiri. Orang-orang yang tidak asing bagiku, karena mereka banyak anggota Hima dan beberapa ada yang pernah ikut kegiatan di Hima.
Bagian yang tak kalah serunya adalah ketika siluet mbah dukun keselek cicak itu selesai, tiba-tiba terpampang tarian syur..brrr… kontan penonton bersorak-sorai bergembira (play on backsound: sorak-sorak bergembira..bergembira semua..), terutama cowok-cowok karena penarinya cewek. Wah, ini nih.. hiburan orang dewasa.. dan aku tidak merasa terhibur karena (sekali lagi) aku masih remaja yang polos, lugu, lucu, dan imut-imut. Menurut pandanganku, adegan tersebut mungkin memang untuk menarik perhatian penonton, namun lebih dari itu jika semua dilihat dari segi seni, itulah seni, seni drama yang tentu saja tidak bisa dipandang dari segi pornonya saja, atau syurnya saja, tapi seni memiliki arti, makna, serta jiwa yang luas. Jadi ketika kita melihat itu porno tentu saja akan terlihat porno, tapi jika kita melihat itu sebagai suatu seni justru akan terlihat gambaran kehidupan yang terbungkus dengan seni karena pada kenyataannya toh di dunia ini memang ada yang seperti itu (*kuliah apresiasi sastra mode: on).

Who are You?
Genjrengan musik mulai terdengar mengalun pelan tapi pasti. Jujur, aku menikmati musik live itu dengan perasaan bangga. Hmm.. ternyata pementasan drama menggunakan iringian musik live begini memang memiliki sensasi yang berbeda, lebih natural. Beda dengan angkatanku yang menggunakan lagu artis seperti Rhoma Irama: begadang jangan begadangbeuhh.. I think that’s not too bad juga, karena dulu memang nggak ada aturan harus pake’ alat musik yang dimainkan secara live. Reformasi drama ternyata terjadi besar-besaran pada angkatan ini, lonjakannya (kuakui) memang drastis, dan mungkin pada angkatan berikutnya akan lebih baik dan lebih baik lagi untuk seterusnya, Hidup Pak Sendang!!! Saya sebagai murid Bapak merasa bangga dan terharu.. T.T (catatan: selain menyukai kucing, aku juga hobi terharu dan menangis..hiks.. *karena hidupku memang penuh dengan kelebay-an tingkat tinggi).
Adegan-adegan berikutnya adalah semacam pengenalan dan gambaran singkat mengenai kehidupan, dari ustad yang ceramah tapi malah bikin ketawa penontonnya (ustadnya mungil dan lucunya minta ampun, ckakaaa..), penjual koran, penjual kaset, penderitaan seorang ibu miskin dengan bayinya, tukang jamu, penjual sandal, penjual baju, petani, anak sekolah yang tidak lulus ujian, anggota DPR yang suaranya kaya’ dubber kartun Pikachu :D , muda-mudi yang mau pacaran, pedagang asongan, suami-istri belanja di pasar (yang lagi-lagi diperanin sepasang kekasih lebay Sulala-Sucan (nggak kreatip banget sih, nggak di dunia lain, di dunia maya juga pacaran, khahkhah.. :D), seorang BANCI, tukang semir sepatu, dan.. tunggu! Banci???
Huahahaha… (*review mode: on) saat seorang banci itu keluar gelak tawa penonton langsung pecah, malah ada beberapa yang histeris jerit-jerit sambil kejang-kejang (emang ayan? hehe). Aku sendiri yang lumayan kaget (bukan kaget karena keluarnya si banci, tapi kaget karena tiba-tiba penonton histeris) cuma ikut ketawa-ketiwi kecil melihat tingkah si banci yang mengaku bernama BEMBY, Ses Bemby Menari-nari Sepanjaaaang Hari. Aku tidak merasa itu sesuatu yang “wah”, karena pada angkatanku juga ada beberapa teman cowok yang jadi banci. Apalagi aku tidak mengenal siapa si banci kaleng yang membawa icik-icik sambil bergoyang sok seksi itu.
Huawaaaawaaa.. Kiki… waaaa….houuwooo..Kiki..” teriak adik kosku, sebut aja namanya Gendut, melengking di telinga kananku sampai berbunyi ngiiiingg.. “Oh, MG..!! Oh, MG!!! Nggak nyangka Si Kiki jadi banci! Pasti setelah ini banyak orang yang illfeel sama dia! Aku aja illfeel..illfeel.. Oh, MG!!! Oh, MG!! Huwaaa..” teriaknya sekali lagi. Dia pikir semua orang di dekatnya nggak punya kuping alias budi. makanya tereak-tereak kaya’ ruangan itu punya moyangnya sendiri. Segera kupitak kepalanya, kujewer kupingnya mendekat ke mulutku sambil ikutan tereak “aku juga punya dua kuping sehat kaya’ kamu, gajah…!!! Emangnya si banci itu siapa?” Gendut malah ketawa ngakak tanpa mempedulikanku, hashyeemm.. dia lebih menikmati menggoda si banci itu ternyata. Tak hanya Gendut, ternyata si banci itu juga menarik perhatian seluruh anak kos yang ikutan nonton drama. Mereka tertawa geli sambil jerit-jerit kaya’ mau dipenggal aja kepalanya. Kalau aku sih tetep.. stay cool gitu loh.. soalnya aku duduk deket banget sama AC, heheh..

Tiga Detik Penuh Magic
Setelah si banci berorasi tentang UU pornografi, Klub PBSI-nya (Persatuan Banci Seluruh Indonesia, bukan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia), serta goyangan-goyang yang..alamaaakk.. aduhai asoy geboy.. (apaan sih?), aktingnya telah berakhir dan dia kembali keluar panggung utama. Anehnya kalau semua pemain keluar lewat background hitam di balik panggung, dia malah ke arah penonton, dan arah yang ditujunya sudut dekat pemain musik. Asal kalian tahu, pengapresiasi drama (sok) profesional kaya’ aku nggak mungkin duduk di belakang, aku duduk di depan persis di sudut di samping pemain musik. Di situlah si banci tiba-tiba menukik yang mengakibatkan beberapa penonton menyingkir, termasuk aku yang berada paling dekat dengan alat-alat musik. Kaget? Tentu saja. Aku terkaget-kaget, takut diapa-apain sama si banci yang membabi-buta (kasihan babi ya, selalu aja difitnah buta, padahal nggak semua babi kan buta, huhuhu.. *babi juga makhluk Tuhan yang aku rasa meskipun nggilani, nggak perlu difitnah kaya’ gitu kali ya) ke arah penonton (karena aku punya keyakinan kalo’ yang namanya banci biasanya memiliki emosi jiwa yang tidak stabil, hoho..).
Banci itu tiba-tiba mencakar wajahku dan berkata “Hei kamu! Jangan deket-deket sama mas-mas pemain musik di sini, karena mereka adalah milikku! Jangan berani-berani menggoda mereka ya!” (tuh kan terbukti, apa kataku tadi!) Dan aku menjawab “Ampun mas banci! Ampun! Aku tidak menggoda mereka! Tapi mereka yang menggodaku!” Dan ternyata percakapan antara aku dan si banci hanyalah khayalan tingkat tinggiku (sekali lagi barangkali ini pengaruh Malam Sura). Tidak terjadi cakar-mencakar antara aku dan si banci. Si banci yang tiba-tiba nyeruduk ke arahku membuatku shock berat. Bagaimana bisa orang yang tadi (ikut-ikutan) aku teriakin tiba-tiba di sampingku? Nggak nyangka aja karena biasanya pemain drama keluar panggung lewat background, bukan ke arah penonton. Spontan aku menoleh ke arahnya sambil menahan napas (habis dia bau sih, hehe.. nggak lah..) dan dia pun melihat ke arahku. Kuperkirakan kami saling menatap dalam jangka waktu tiga detik.
Inilah yang tak pernah kuduga-duga sebelumnya. Ketika tatapan kami menyatu (jiah..bahasanya..sok sweet) aku mengalami yang kaya’ di film The Matrix, slow-motion. Tiba-tiba suara gempita di 106 lenyap, semuanya gelap, hanya aku dan Bemby yang tersorot lampu, dan sunyi.. lalu tiba-tiba mengalun lagunya Shanty: “Ku.. jatuh cinta.. ku.. tak ingin pisah.. ku..jatuh cinta.. jangan tinggalkan aku.. sendiri..” sedangkan mataku tak berkedip, denyut jantungku mulai tak beraturan, berdegup keras banget sampai aku pun lupa bernapas.. (catatan: gara-gara kaget, aku memang sering lupa bernapas dan aku masih hidup sampai sekarang, hebat kan?) dengan mulut separuh terbuka, aku berkata dalam hati “oh, MG.. Siapa dia..?” lalu Splasshh!!! Semua kembali seperti sedia kala. Pementasan drama masih berlanjut, aku yang udah lumayan kembali ke dunia nyata makin shock dengan apa yang barusan terjadi. Aku mencoba menarik napas dalam-dalam sambil melihat sekelilingku, ternyata benar, aku sudah kembali ke pementasan drama lagi.
Sambil takut-takut aku mencuri-curi pandang ke arah Bemby, aku tidak berani mendongak (karena posisiku duduk di lantai dan dia berdiri) mencoba mengamati dia dari ujung kaki sampai ujung kepala. Sandal high-heelsnya, stocking transparan yang menyembunyikan bulu-bulu kakinya, rok jeans mininya, tank-top merah jambunya, wig cepak bergelombangnya, tangan kekarnya.. Wait! Ternyata Bemby memang memiliki lengan yang kekar. Aku justru tidak melihat sosok cewek di dalam Bemby itu, tapi memang ada seorang cowok yang terbungkus dandanan cewek. Dan aku, tidak merasa illfeel sama sekali.
Setelah tiga detik yang mendebarkan itu, aku ingin selalu melihat Bemby, mengamatinya, apa pun yang dilakukannya tak luput dari perhatianku. Lain dengan dia, setelah menatapku secara kilat pandangannya kemudian mengarah ke tempat lain, seolah tidak terjadi apa-apa. Ingin sekali aku menyadarkannya kalau barusan, beberapa detik yang lalu kita berdua berada dalam film “From Drama With Love” yang sutradaranya aku sendiri, tapi aku rasa itu tidak mungkin kulakukan karena dia sibuk ke sana-kemari. Dia berkoordinasi dengan pemusik, mengarahkan adegan, memberi kode pengatur lighting, dan meloncat sana meloncat sini. Dari asumsiku dia orang yang penting dalam pementasan ini, entah sebagai pimpro (pimpinan produksi) atau sutradara, yang jelas dia memegang andil yang besar.
Aku tidak peduli lagi dengan kelanjutan drama yang kutonton (maksudnya tidak kuperhatikan dengan sungguh-sungguh, hanya asal lihat saja), karena kini sibuk interogasi dengan Gendut yang seangkatan dengannya. “Si Bemby tu tadi namanya siapa?” “Dia anak rombel berapa?” “Kamu sering kuliah bareng nggak?” “Dia orangnya gimana?” Berbagai pertanyaan yang kulemparkan ke Gendut membuatnya kelabakan menjawab. Tapi dari informasi yang kudapatkan sementara itu, yang jelas aku tahu dia orang yang baik dan pintar.
Pementasan drama pun berakhir. Aku sengaja pulang ke kos agak nanti karena aku merasa rindu dengan sosok seorang Bapak yang dulu pernah menempaku ketika jadi sutradara, Pak Sendang. Setelah pementasan selesai, Pak Sendang duduk di sebelahku dan aku menyapanya. Kami berbincang sedikit mengenai pementasan yang baru saja tampil sambil mengenang setahun lalu ketika drama kelasku hampir saja gagal karena sutradaranya yang kabur entah kemana.
Aku yang saat itu menjabat sebagai assisten sutradara serta merta menjadi sutradara secara mendadak tanpa konfirmasi apa-apa, padahal selama proses latihan sutradara kelasku tak pernah berkoordinasi denganku. Dan tiba-tiba brukk!!! Tanggung jawab itu dijatuhkan di atas kepalaku, lalu seenak perutnya dia kabur (belakangan diketahui dia cuti kuliah dan akhirnya keluar dari universitas memilih untuk menjadi pujangga). Tapi dengan semangat, bimbingan, dan arahan dari Pak Sendang aku bisa bangkit menyusun kembali puing-puing keretakan drama kelasku agar dapat berjalan dengan baik.
Wah, sudah punya pacar ya sekarang, Dhik? (begitulah Bapak selalu memanggilku)” Jleppp! Pertanyaannya dalem.. banget dah.. aku sambil cengar-cengir pamer gigi “Hehehe.. belum Pak, kata siapa Pak saya punya pacar?” Pak Sendang menjawab “Lho.. biasanya kalau gadis udah pake’ kerudung tu udah punya pacar kan..?” Ternyata beliau mengaitkan kerudung yang baru beberapa bulan aku memakainya dengan pacar, hahaha.. lucu sekali. Kami terkekeh-kekeh bersama sampai penonton dalam ruangan itu habis. Beliau minta permisi untuk mengadakan evaluasi dengan rombel yang baru saja tampil. Persis seperti kejadian setahun lalu ketika aku menangis haru karena telah berhasil melakukan pementasan drama meskipun dengan konsep sederhana. Aku juga segera pamit untuk pulang kos.

From Drama With Love
Sepanjang perjalanan menuju kos, film jadi-jadian (From Drama With Love-red.) yang sempat kusutradarai secara kilat tadi mulai terlupakan olehku. Selain karena capek, aku juga sudah mulai mengantuk. Tidak demikian begitu aku menginjakkan kakiku di dalam kos, cit..cit..cuiit..cuitt..cuit.. suara anak-anak kos yang pada heri (heboh sendiri) menggema kaya burung parkit di depan tv. Mereka masih membicarakan tentang pementasan drama tadi, especially, Bemby. Mereka tertawa ngakak sambil terus menyebut-nyebut Bemby. Meskipun dayaku tinggal 5 Watt dan tubuhku udah bau bantal banget, tapi mendengar nama Bemby membuat telingaku seketika salto kaya’ kesetrum listrik. Aku pun ikut-ikutan jadi parkit, citt..citt..cuit..cuit.. cuit?? Cuuiiit.. cuit..cuuuit?! cucuwiwitttt.. cuwit? cuwit…cwiitt (yang artinya apaan aku juga kagak tahu, hehe..). Intinya malam itu Bemby menjadi artist of the night di kosku.
Ternyata banyak anak-anak kos yang merasa kagum dengan Bemby, mereka punya feeling kalo’ Bemby sebenarnya cowok yang cakep (persis banget kaya’ feelingku *pasti si Boo idungnya tambah gedhe neh.. J). Mereka saling bercerita, memuji ini-itu, menceritakan inu-iti sambil bergaya kedua tangan saling menggenggam di depan dada dan matanya berkaca-kaca seolah-olah di depannya ada artis. Aku yang tetep stay cool, dengan gaya (sok) profesional membuat gerakan sailormoon saat bilang: dengan kekuatan bulan akan menghukummu di hadapan anak-anak kos yang masih berisik, “heeehhh..yang kecil-kecil ngalah ya ma yang STW (setengah tuwir) kaya guah (catatan: aku di kos emang sering bilang guah, biar gaul gitu loh..) inih.. guah di sini kan tinggal atu semester lagi, jadi biarin guah berusaha berjuang sekali lagi cari pendamping hidup sebelum check-out dari kampus ini. Kan fals kalau selama guah kuliah kagak pernah punya pacar, ya to? Xixixi..” aku terkekeh-kekeh dengan gaya mendesis kaya’ ular (keren kan?). Anak-anak pada nanggapin dengan santai karena aku emang sambil bercanda mengucapkannya, “betul-betul-betul.. buat mbak ajah..ayo mbak semangat..” tapi ada juga yang bilang “wah..nggak bisa gitu dong, aku juga mau, ayo kita bersaing mbak..” “hayooo….” “yuk..” “hahahaha…” dan kami pun tertawa terbahak-bahak memecah kesunyiaan malam kala itu. Sebenarnya nggak ada niatan melakukan seperti yang aku katakan pada anak-anak, aku lebih merasa itu sebuah gojekan ringan yang memang sering kami lakukan di kos. Hanya saja bertepatan dengan event drama yang pemainnya memang menarik. Malam itu aku tidur lelap dan kembali bertemu Bemby dalam mimpi.

After Afternoon-mare
Beberapa hari berlalu dan aku kembali disibukkan dengan kegiatan PPL-ku. Seperti biasa, nothing speciall, just it flow.. sampai pada suatu waktu, saat bener-benar nggak ada kerjaan, Bemby kembali hadir dalam pikiranku. Kejadian slow-motion tiga detik yang mendebarkan itu membuat jantungku kembali berdegup kencang (play on backsound Ahmad Dani feat Mulan Jamila: di setiap ada kamu mengapa jantungku berdetak..? berdetak lebih kencang, seperti genderang mau perang..). Bah! Macam mana pula ini? Aku yang bahkan udah mulai lupa cerita drama yang pernah kulihat itu, bagaimana bisa malah teringat dia? Dia aja (yang aku yakin) nggak memikirkanku, bagaimana bisa aku memikirkannya? Aku menyentuh jantung yang bersembunyi di balik dada sebelah kiriku, dug..dugg..dugg.. Kenceng banget suaranya?! Aneh! Apa aku sudah jatuh cinta? Kuketuk-ketuk kepalaku perlahan, apa aku sedang abnormal ya? (sudah pernah kukatakan, aku memang ga’ normal, karena aku paranormal, hehe) Masak aku jatuh cinta pada Bemby banci itu?
 Aku mulai berpikir kalau saat itu aku mulai gila (karena aku mulai ketawa-ketawa sendiri ga’ jelas gitchu..hahaha..-play on backsound RAN: kau buatku jadi gila..) Ah.. aku berjalan menuju kamar dan mengambil karet penghapus, segera kubersihkan bayangan di kepalaku dengan penghapus itu, dan bim salabim jadi apa prok..prok..prok.!!! Bayangan Bemby pun lenyap! (lihat, begitu ajaib kan hidupku?). Haha.. kini aku bisa tidur dengan tenang, aku mau membayangkan sedang minum jus strawberry di bawah pohon kelapa sambil nari hula-hula ajah, karena aku memang terobsesi ingin ke Hawai sejak lama. It’s better.. hmmh..
Tidaaaakkkkk!!!! Seketika aku terbangun karena afternoon-mare (karena saat itu tidur siang, bukan tidur malam). Afternoon-mare-ku berawal dari khayalan tentang Hawai tadi, saat nari hula-hula tiba-tiba baru nyadar kalau aku pake bra dari batok kelapa dan rok rumbai-rumbai dari daun kelapa, hiiiiii…!!! Nggak bangettttt!!! Ogah ke Hawai ah kalo’ gitu, aku kan masih punya diri berharga gitu loh.. harga diri maksudnya..hehe.. setelah (lagi-lagi) kuhapus khayalanku dengan karet penghapus kaya’ tadi, aku, kembali bertemu denganmu, Bemby menari-nari sepanjang hari… (play on backsound The Corrs: But it’s only when i sleep.. see you in my dreams..).

Akhirnya Tutup Udah Ketemu Tumbu
Kejadian ini tidak sekali dua kali kualami. Bagaikan dejavu, aku sering merasa udah pernah ngalamin apa yang terjadi padaku karena seringnya melamun dan di dalam lamunanku selalu terlintas Bemby. Berawal dari keanehanku yang sering tiba-tiba memikirkan Bemby, perlahan-lahan aku sadar, aku telah jatuh hati pada Bemby, aku telah jatuh hati padamu (“mu” it’s mean my Boo). Aku, sudah terlanjur cinta kepadamu (play on backsound Rosa feat Pasha-Ungu: Aku terlanjur cinta kepadamu..dan t’lah kuberikan seluruh hatiku..). Dan aku sudah memutuskan untuk mencintaimu
Jadi ketika kamu pernah berpikir aku jatuh cinta pada pandangan pertama seperti yang pernah aku alamin ketika suka seseorang, sebenarnya agak salah. Kamu masuk ke duniaku dengan cara yang sangat berbeda dengan yang lain, bukan pada sekali lihat seketika aku cinta (biasanya cepat juga aku melupakannya) tapi melalui sebuah proses yang unik. Pada pandangan pertama aku memang berdebar-debar, tapi aku belum merasakan perasaan cinta. Perasaan itu datang melalui proses yang cukup lama meskipun setelah pertemuan pertama kita, aku tak pernah sekalipun bertemu lagi denganmu. Seperti dalam lagumu, love like trees..love like trees.. Sebenarnya aku juga mengalaminya. Cinta itu kaya’ pohon, dari biji, kecambah, hingga kemudian jadi pohon yang lebat memang melalui sebuah proses. Katamu, Love not easy come, love not easy go, dan itu yang kuharapkan ketika aku mantap menjadikanmu calon (karena saat itu baru rencana) sandaran hatiku.
Begitulah bagaimana persekongkolan alam mempertemukan kami. Dan kini harapanku mendapat sandaran hati telah tercapai.
Tak pernah kusangka-sangka aku bertemu dia dengan cara seperti itu.
Tak pernah kusangka-sangka sebelumnya ketika ternyata teman-teman yang dekat dengannya adalah teman-teman yang juga dekat denganku, tapi tak pernah sekali pun aku melihatnya. Mungkin saja kami pernah berpapasan atau bertemu, tapi aku dan dia benar-benar tidak saling mengenal, apalagi menyapa.
Tak pernah kusangka-sangka karena ternyata kami pernah berada dalam satu tempat, pada beberapa acara bergengsi (yang mengadakan Hima BSI gitu loh..^^) di Jurusan, yaitu Diskusi Jurusan, Futsal dan Basket antarsemester ‘porsiaster’ (hoho.. keren banget loh acaranya!). Saat diskusi jurusan, dia berada di tangga dan aku duduk di bawahnya yang hanya beradius 5 meter. 


Saat dia ikut Futsal, aku sebagai panitianya, otomatis pasti nonton pertandingan, dan aku juga ikut tanding Futsal melawan angkatannya. Ketika dia Basket mewakili jurusan, aku (masih) sebagai panitia jadi ‘pemandu sorak’ kaleng (karena aku bukan ‘banci’ kaleng, meskipun bawa icik-icik kaya’ mau ngamen, hehe). 
Tak pernah kusangka-sangka kalau dulu orang yang pernah membatalkan rencana ikut mengambil gambar saat kegiatan makrab mahasiswa baru, adalah dia.
Tak pernah kusangka-sangka kini orang yang setiap hari sms-an denganku dan hampir tiap hari telpon-telponan denganku adalah dia..
Tak pernah kusangka-sangka kalau dia telah menjadi pacar perdanaku.
Tak pernah kusangka-sangka kebersamaan kami sudah mencapai lebih dari 8 bulan, dan tak pernah kusangka-sangka hari ini, tepat setahun pertemuan kita pada tanggal 17 Desember tahun lalu. Tanggal yang sama dengan hari ini ketika pertama kali aku bertemu dengan sosok seorang Bemby yang kini jadi Boo-ku.
How i meet u, it’s not u Bemby! Karena sebenarnya aku bertemu denganmu, Rizqy Rahmat Hani, bukan Bemby. Dia hanya perantara yang membuat pertemuan kita unik dan tak terlupakan. Aku benar-benar yakin, bagaimana aku telah bertemu denganmu Boo, bukan kamu Bemby! Happy anniversary first met Boo.. Meskipun nggak bertepatan dengan malam Sura kaya’ setahun yang lalu, tapi semoga dalam peringatan ini kita bisa sama-sama mengenang dan menertawakan pertemuan unik kita dengan penuh cinta.. (lebay-nya udah mulai datang..^^). Aku, tidak akan pernah melupakan ‘tiga detik’ mendebarkan penuh magic saat itu Boo, dan aku harap kita dapat sama-sama memahat kejadian ajaib itu dalam prasasti hati kita selamanya.. ^^

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Miss U.

Posting Komentar

 

Copyright © see my interesting:). Template created by Volverene from Templates Block
lasik surgery new york and cpa website solutions
WP theme by WP Themes Expert
This template is brought to you by : allblogtools.com | Blogger Templates